Title: Mobil Tua Bapak
Orang-orang itu sering membuat Zara iri. Masa setiap tahun ganti mobil? pikirnya. Memangnya seberapa banyak sih, uang mereka bisa sampai segitunya? Rumah itu juga adalah salah satu rumah paling besar di desa ini.
Zara tak mungkin tidak memperhatikan rumah besar orang kaya yang letaknya tepat berada di depan rumahnya itu. Selalu membuatnya menginginkan sesuatu yang tidak mungkin bisa ia dapatkan dalam jangka waktu yang sebentar.
Ia selalu bertanya-tanya kenapa Bapak tidak pernah ganti mobil? Mobil itu sudah tua sekali, dibeli 2 hari setelah pernikahannya dengan Ibu. Mobil itu juga sering mogok dan diservis di bengkel.
Baiklah, batinnya. Setelah makan siang nanti, aku akan tanya Ibu.
***
Zara buru-buru melipat mukenanya setelah sholat zuhur dan langsung pergi menuju dapur.
Di sana, Ibu terlihat sedang melamun sambil mencuci piring.
"Bu, makan sama apa?" tanya Zara membuyarkan lamunan ibunya.
Ibu bergeming. "Ibu juga bingung makan apa ya, siang ini?" Ia membasuh tangannya selepas mencuci piring. "Masih ada sisa telur asin yang tadi pagi. Kamu makan itu dulu aja."
Zara mengernyitkan dahinya. "Lho, yang lain nggak ada, Bu?"
"Hari ini Ibu nggak belanja, Zara," kata Ibu sambil menghela nafas. "Bapak lagi kekurangan uang banget. Tukang bengkel lagi nagih hutang Bapak yang lagi menumpuk. Kamu sabar sedikit ya, Sayang?"
Zara mengangguk kecil, sedikit kecewa. "Terus, Ibu makan sama apa? Telurnya kan tinggal sepotong lagi."
"Ibu makan nasi garam aja. Gampang, kok." Ibu tersenyum. Tapi Zara tahu, dalam hati Ibu pasti sedang sangat sedih.
Zara mengurungkan niatnya untuk bertanya soal mobil. Sekarang, ia sudah tahu jawabannya.
***
Sore harinya Zara pergi keluar untuk jalan-jalan atau ke taman hanya untuk sekedar menghirup udara segar dan menghibur diri dengan menikmati langit yang mulai menjingga dan akhirnya gelap gulita.
Ketika Zara sedang mencari sandal di teras rumah, sebuah deruman mobil tua yang ia kenali sebagai mobil Bapak pun terdengar dari jauh. Semakin lama semakin mendekat dan akhirnya sampai di depan rumah.
Zara baru ingat kalau yang memegang kendali mobil sekarang pasti bukan Bapak, melainkan temannya, Pak Miftah yang meminjamnya untuk keadaan darurat tadi malam saat mertuanya tiba-tiba sakit keras dan dilarikan ke rumah sakit. Pak Miftah tidak memiliki mobil.
Zara diam di tempat, menunggu hingga mobil masuk ke garasi.
Pak Miftah pun keluar dari mobil sambil menuntun anak perempuannya yang masih berusia 3 tahun.
"Bapaknya ada, Dek?" tanya Pria itu pada Zara.
"Lagi pergi keluar," jawabnya.
"Oh, ya sudah. Ini kuncinya saya serahkan ke Dek Zara saja ya?" katanya dengan nada mengandalkan. Zara hanya mengangguk sambil menerima kunci mobilnya. "Sampaikan terimakasih ke Bapak."
"Ya, Pak."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Pak Miftah hendak menggendok anaknya, tetapi dengan sewot anak itu tidak mau dan malah menarik-narik ayahnya sambil menunjuk mobil tua Bapak.
"Papa ayo naik lagi," pintanya penuh semangat.
Zara memperhatikan anak kecil itu dengan prihatin ketika ayahnya membujuknya untuk pulang jalan kaki saja.
Raut wajah kecewa terpampang jelas pada wajah gadis kecil itu. Dia mulai menangis, merengek minta naik mobil lagi tapi ayahnya malah dengan sedikit paksaan menggendongnya, membawanya pulang, tidak peduli seberapa besar teriakan si anak.
Zara masih diam ditempat, memerhatikan pria dan anak itu hingga hilang dari pandangan.
Setelah itu pandangannya kosong....
Zara merasa bersalah...
Karena ia mengeluh dan selalu tidak ingin menerima nasib hidupnya yang bisa dibilang sangat berkecukupan atau mungkin kurang.
Tapi disisi lain...
Masih ada banyak orang yang lebih serba kekurangan darinya... Masih banyak orang yang hidupnya lebih sulit dari hidupnya...
Ia menyesal karena tidak pernah bersyukur kepada Tuhan yang Maha Esa, Yang Maha Pemberi. Ia tak bisa membayangkan apa jadinya jika ia tidak memiliki mobil seperti keluarga Pak Miftah. Jarang-jarang pergi menjenguk sanak saudara yang rumahnya jauh, harus mencari pinjaman mobil ketika orang yang disayangi tiba-tiba jatuh sakit dan itupun belum tentu dapat pinjaman.
Zara menangis.
Sekarang, Zara dapat merasakan bahwa sebenarnya keluarganya masih jauh lebih serba cukup dari orang lain. Tuhan benar-benar Maha Penyayang. Hanya saja, Zara baru menyadarinya.
Terimakasih Ya Allah...
Tamat.
Itu cerpen blog challenge Agna. Semoga saya tidak telat, soalnya susah dapet ide dan berhubung sekarang komputerku pakenya wi-fi yang susah connectnya kalau dipake untuk komputer (-_-")
Oh ya, selain Agna pasti juga ada dong, yang baca ini....
Aisha pengin kalian kasih masukan, saran dsb. Soalnya pasti cerita Aisha masih ada yang kurang atau mungkin bertele-tele ya? hehehe... :P
UWAAA! Bagussssssss Btw aku ada ide kak, Kebetulan si usil dan nathor tuh lagi gak ada ide :v syutingnya hehehe kalau bisa kakak juga boleh ngebuatin cerita gitu buat kami :) BTW thanks
BalasHapusbole bole, tapi aku juga lagi nggak ada ide.. :<
Hapusgak apa kak, eh btw mau collab gak :)
Hapus